****** jadi PSSI?

Indonesia pada tahun 2010 tercatat memiliki 237 juta penduduk. Jumlah yang sangat fantastis. Luar biasa apabila seluruh potensi yang ada tergali. Luar biasa sekali apabila negeri ini potensinya tergali dengan benar. Bayangkan apabila 10 persen saja rakyat Indonesia adalah golongan pemuda yang memiliki semangat menggelora diimbangi dengan ilmu pengatahuan yang memadai serta akhlak yang lurus.

Hal itu berarti 23,7 juta jiwa yang mampu menggerakkan. Sangat luar biasa sekali!

Ada seorang sahabat yang suatu ketika mengikuti Training of Trainer di kantor pusat instansi kami di kawasan Gatot Subroto kavling 40-42. Di dalam coaching tersebut ada seorang trainer terkenal yang nyeletuk; “Susah sekali instansi ****** berubah”

What the… Ternyata si trainer curcol dengan beberapa pelatihannya.

“Dari petinggi tidak mampu mendukung untuk berubah, paradigma lama masih dipakai di jaman baru ini”, begitulah keluhnya ketika bercerita tentang reformasi birokrasi. Dan alhamdulillah, beliau merasakan hal yang berbeda ketika mengadakan pelatihan di instansi kami. Ada angin perubahan yang berhembus menuju perbaikan.

Percakapan itu mengingatkan saya dengan sebuah kejadian yang beru-baru ini berlangsung. Sebuah proses suksesi kepemimpinan. Dari kepemimpinan yang lama menjadi hal yang baru. Sebuah perubahan sangat diharapkan.

Namun sayangnya dari keempat calon yang ada, yang terpilih hanyalah 2 bakal calon. Itu-pun yang satu adalah seorang telah benar-benar TERBUKTI GAGAL memimpin sejak tahun 2003!

Logika saya yang malas saja masih mampu kok memaksa saya berpikir secara sehat. Orang yang sejak 7 tahun lebih memimpin dan TANPA PRESTASI yang membanggakan kok masih saja MAU MENCALONKAN diri sendiri! Dimana rasa malu dan harga diri dari yang bersangkutan?

Well, kekeras kepalaan yang bersangkutan memang tangguh. Super bebal!

Tapi yang tak habis pikir, pencalonan ini adalah sebuah kerja kolektif. Kerja satu team untuk merumuskan, menimbang dan memilih kriteria yang ada. Bukan hanya keputusan sepihak dua pihak. Namun banyak pihak yang terlibat. Dan pihak-pihak ini adalah pihak yang memiliki kuasa besar di dalam instansi tersebut. Sebab, pihak ini telah diamanahi oleh instansi tersebut guna menimbang kepemimpinan dalam 4 tahun ke depan.

Tentu bukan keputusan yang main-main saja.

Tapi kenapa pihak yang diamanahi tersebut tidak mampu berlogika secara paling sederhana? Sudah 2 periode terlewati dengan tanpa hasil yang membanggakan. Tapi kenapa yang bersangkutan masih terpilih? Akankah analisis seorang trainer yang saya kemukakan di depan bakal terbukti? Bahwa instansi yang saya tulis ****** diatas dapat tergantikan oleh susunan huruf PSSI?

Ah, mungkin memang pengandai-andaian saya berlebihan. Tapi yang pasti, saya sangat berharap di dalam EYD kita, KORUPSI jangan sampai bertranformasi menjadi KORUPSSI.

Cukup satu “S” saja.